Tuesday, 30 June 2015

Hukum Mengeluarkan Sperma di Luar Kemaluan Istri


Keluarga Berencana (KB) dengan dua anak cukup bisa dilakukan dengan berbagai cara. Satu diantara menggunakan berbagai alat kontrasepsi yang dianjurkan pemerintah.

Untuk suami bisa dilakukan dengan KB pria atau vasektomi, sedangkan istri pasang alat KB yang disesuai dengan dirinya.

Timbul pertanyaan bagaimana jika menggunakan cara alami mencabut penis jelang ejakulasi? apakah diperbolehkan membuang benih sperma di luar farji (alat kelamin perempuan)

Secara medis tentu tak ada masalah bagi pasutri menggunakan trik itu, bagaimana padangan hukum agama pasutri memprogram kehamilan atau mencegah kehamilan dengan cara itu?

Dikutip dari Pustaka Ilmu Sunni-Salafiyah berdasarkan hukum figh yang membahas soal ‘Azl atau Senggama Terputus (Coitus Interuptus) tindakan ada beberapa hukum yang perlu difahami.

Dibahas dalam Figh, istilah ‘Azl dimaknai sebagai langkah suami mencabut alat kelamin sebelum ejakulasi sekaligus mengeluarkan sperma di luar rahim.

Cara itu digunakan agar tak terjadi pembuahan karena alasan-alasan tertentu seperti program kehamilan keluarga sehat sejahtera atau alasan kesehatan dan lain-lain.

Setidaknya ada empat pandangan yang menyikapi persoalan coitus interuptus pasangan suami istri:

Pertama, boleh dilakukan berdasarkan pendapat Syafi’iyyah dengan berdasarkan hadits Shahih yang diriwayatkan dari Jabir Ra

Hadits riwayat Jabir Radhiyallahu’anhu, ia berkata:

“Kami tetap melakukan ‘azal di saat Alquran masih turun. Ishaq menambahkan: Sufyan berkata: Kalau ada sesuatu yang terlarang pasti Alquran telah melarang hal tersebut. (Shahih Muslim No.1440-136)

“Kami melakukan ‘azl pada masa Nabi SAW. Kabar tersebut sampai kepada beliau, tetapi beliau tidak melarangnya”. (HR Muslim)

Disisi lain, menurut An-Nawawy (Ulama’ Syafiiyyah) dalam Syarh Muslim disebutkan coitus interuptus demi menghindari kehamilan hukumnya makruh.

Tetapi langkah itu baik dilakukan dan boleh jika ada kerelaan pihak istri atau asal cara itu dilakukan tidak dengan niat memutus keturunan.

Kedua, Makruh

Pernyataan itu berdasarkan beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar, Umar, Ali, Ibnu Umair dan Ibnu Umair yang membenci Azl karena dapat mengurangi jumlah keturunan yang dianjurkan syara’ Sabda Nabi saw “Menikahlah kalian dan memperbanyak keturunan”

Ketiga, Boleh Apabila Ada Kerelaan Istri

Pendapat yang berdasarkan dari Imam ahmad berdasarkan sebuah Hadits dari Umair yang diriwayatkan Ibnu Majah Dari ‘Umar ibn al-Khattab berkata: “Nabi melarang perbuatan ‘azl terhadap wanita merdeka kecuali seizinnya”. (HR Ibnu Maajah Vol 1 Hal 620)

Perlunya kerelaan dari pihak istri ini dikarenakan istri memiliki Hak atas anak sehingga dengan tindakan Azl akan menghilangkan haknya namun apabila istri memberikan memberikan izin hukumnya tidak makruh.

Terakhir, Haram

Pendapat ini dilansir oleh kalangan Dhohiriyyah dengan tendensi hadits yang diriwayatkan dari Judzamah Ra “Sesungguhnya para shahabat bertanya tentang Azl, Nabi menjawab hal itu adalah pembunuhan anak dengan samar” (HR. Muslim). (*)

No comments:

Post a Comment